RESENSI NOVEL
Judul buku : 12 Menit
Penulis : Oka Aurora
Penerbit : Noura books
Jumlah halaman : xvi + 348 halaman
Tahun Terbit : 2013
ISBN : 978-602-7816-33-6
Dreaming is
believing, VINCERO!
“Berapa pun waktu yang diberikan, tak seharusnya
dihabiskan dengan ketakutan, karena ketakutan, anakku, tak akan pernah
menyambung hidupmu. Yang akan menyambung hidupmu, hanyalah keberanian.” Lahang
menelan liurnya. Kerongkongannya tercekat. “Aku masih hidup, Lahang,” ucapnya,
lebih tegas kali ini, “kau juga masih hidup. Maka hiduplah. Jangan seperti
orang mati.”
Konon nama Bontang bukan dari rumpun
bahasa Kalimantan. Asal nama kota yang memiliki beragam budaya dan menyebut
dirinya Indonesia Kecil itu adalah Bond
yang berarti ikatan dan Tang dari
kata “pendatang”. Ikatan para pendatang. Kota yang terletak di pesisir timur
Kalimantan Timur ini memang dibangun oleh para pendatang dan salah satu kota
paling multibudaya di Indonesia.
Berisi
50 Bab yang dapat mengubah hidup seorang yang percaya mimpi. Kalau ingin menang, berpikirlah sebagai pemenang-Rene (halaman
307). Tidak mudah bagi seorang Rene, membawa Marching Band Bontang Pupuk Kaltim
untuk melenggangkan kaki ke Jakarta, Istora Senayan untuk meraih mimpi mereka
menjadi Juara Umum, awalnya keraguan bukan datang dari dirinya, sungguh jelas
dia mempunyai kemampuan yang luar biasa di marching
band, Rene dikirim ke Amerika untuk mengenyam kuliah di fakultas Music Education and Human Learning. Lalu
apa yang menjadi keraguannya? Dia seorang perempuan yang tegas dan tidak
bertele-tele, bijaksana dan pintar melihat bakat terpendam yang ada pada anak
didiknya, tidak membeda-bedakan anak didiknya. Kepribadiannya yang profesional.
Terbukti dari Marching Band anak-anak
metropolitan, Ia bawa dalam piala GPMB
(Grand Pix Marching Band) yang membanggakan. Dengan kerja keras dan berlatih
terus-menerus, hingga mencapai satu titik pengabdian dan dia mendapat tawaran
melatih Marching Band di pelosok
Indonesia. Awalnya dia meragu dengan fasilitas yang minim, Tantangan baru Rene
ini membuatnya putus asa, mengingat betapa sulitnya mengajar anak-anak daerah
yang mungkin tidak mempunyai mimpi sama sekali. Namun, semua itu berhasil dia
hilangkan, karena keras kepala yang membuahkan hasil untuknya. Lalu apa yang
menjadi penghalang lainnya? Anak-anak Marching Band Bontang Pupuk Kaltim itu
sendiri, setiap personilnya punya masalah pribadi sendiri-sendiri. Siapa saja
Mereka?
Elaine, Gadis 15 tahun, Murid yang baru menginjak kelas
sepuluh sekolah international di Jakarta dan harus rela mengubur mimpinya di marching band demi mengikuti keinginan
Papanya yang dipindah tugaskan ke Bontang. Nama
lengkapnya Sarah Elaine Higoshi. Bola matanya tampak padat di bingkai
matanya yang sempit. Hidungnya yang mungil dan tak bertulang tinggi, cenderung
berbalapan dengan bagian atas bibirnya yang lebih panjang dari bibir
bawahnya…(hlm. 163-164.)
Elaine menguasai biola dan aktif sebagai Field
Commander di sebuah marching band
di Jakarta. Anak yang berbakat ini harus berhenti berharap untuk ikut GPMB
dikarenakan di berikan pilihan yang sulit saat sekolah barunya menunjuk Elaine
untuk mengikuti Kejuaran Fisika Nasional. Ayahnya, tidak ingin Elaine terjun di
dunia marching band. Dia menolak
mentah-mentah pilihan Elaine yang ingin mantap di marching band. Apakah Elaine membantah ucapan Ayahnya?
Lahang, Pemuda Pesisir pantai bontang. Lahang berada di tim
inti color guards. Kepiawaiannya
menari, membuat Toby-pelatihnya kagum dengan semangat yang dimiliki Lahang.
Namun, ketika tekadnya sudah bulat selain ingin memenangkan GPMB, Lahang juga
ingin melihat Monas, yang selama ini hanya dilihatnya dari sepotong gambar di
koran, peninggalan terakhir Ibunya. Kalau
kau bisa bermimpi sampai di tugu ini,kau bisa bermimpi sampai ke tugu-tugu lain
di dunia (halaman 295). Namun, semangat Lahang tidak lagi penuh untuk
sampai ke Jakarta, Bapaknya yang sudah sakit-sakitan dan makin memburuk kesehatannya.
Bapaknya didiagnosa mengidap kanker otak, dan Pemeliatn berkata bahwa hidup
Bapaknya tak tertolongkan lagi. Berbarengan dengan sampainya Lahang di Jakarta,
di menit-menit dia akan tampil bersama teman-temannya diMBBPKT, dia mendapat
kabar, Bapaknya meninggal dunia. Apakah Lahang sanggup bertanding? Menampilkan
performa terbaiknya di Istora Senayan?
Tara, Gadis yang kehilangan pendengarannya akibat
kecelakaan mobil bersama Papa dan Mamanya, papanya tewas dan demi melanjutkan
hidup mereka, Mamanya belajar kembali di Luar Negeri, Tara tinggal bersama Opa
dan Oma yang sangat menyayanginya. Tara tidak kalah keras kepala dibandingkan
Rene, walaupun dia tidak bisa mendengar bunyi yang harus dimainkan saat
latihan, namun Rene tahu bahwa Tara mempunyai bakat yang luar biasa, dan Tara
memutuskan untuk berhenti di tengah perjalanan, Tara tidak sanggup, tidak tahan
dengan Rene yang terus memarahinya setiap kali dia melakukan kesalahan. “Kadang-kadang, hidup itu, ya, kayak gitu,
Dek. Kayak dorong mobil ditanjakan,” jelas Opa, “susah. Berat. Capek. Tapi kalo terus didorong, dan terus didoain,
insya Allah akan sampai.” (halaman 160). Apakah Tara bisa memantapkan diri
untuk kembali bergabung dengan Marching Band? Dan apakah Mamanya akan
menyaksikan penampilan anaknya di Istora Senayan?
Banyak
tokoh yang dihadirkan di novel ini, ada pelatih yang terus berjuang melatih
anak buahnya seperti Yahya, Rosmina, Hilda, Ronny, Toby, Pak Manajer/Bimo yang
ternyata mantan Rene di jaman SMA. Selain itu, ada tokoh Ayah Elaine-Josuke Higoshi yang digambarkan sebagai Ayah yang perfeksionis,
Ibu Elaine yang sangat menyayangi anaknya, seorang Ibu yang bijaksana, dia
merelakan Elaine untuk memutuskan sendiri, apa yang terbaik bagi dirinya. Bapak
Lahang yang selalu meyakinkan anaknya untuk tetap ikut ke Jakarta. Oma dan Opa
Tara, anak-anak marching band, Nurani, Toyib dan lainnya. Ibu Kepala Sekolah dan
Pak Dharma, atasan Josuke di kantor. Namun ada tokoh yang hanya ditampilkan pada satu bab, dan menurut saya tidak ada lanjutan cerita dari Bab 5, nama tokoh itu adalah Rob.
Kekurangan
dari novel ini ialah, masih adanya penulisan kata yang salah seperti kata Berterimakasih di halaman 30 paragraf
keenam yang seharusnya menjadi Berterima kasih (ada spasi). Kata “penelpon”
yang seharusnya “penelepon”(halaman 99). Kata “ponsel” yang seharusnya tidak dimiringkan(halaman 98). Penggunaan
kata sapaan yang tidak kapital (contoh pada halaman 88). Tara menatap mata omanya
sekilas,lalu kembali membuang pandangannya ke lantai. Selanjutnya, menurut
saya kekurangan dari novel ini ialah kurangnya footnote untuk setiap bahasa
asing yang digunakan, seperti bahasa jepang yang diucapkan Josuke kepada istri
dan Elaine. Dan untuk bahasa asing yang menggambarkan tentang marching band.
Walaupun ada glosarium di halaman belakang. Namun, akan lebih menarik jika ada
gambar alat musik di halaman khusus, sehingga imajinasi pembaca menjadi lebih
luas, membayangkan para tokoh saat bermain atau latihan marching band.
Dalam
sebuah novel, tidak hanya ada kekurangan melainkan kelebihan. Novel 12 menit
memiliki cerita yang kompleks. Kamu akan larut membaca dan akan terus membaca
tanpa berhenti, novel beribu tabokan semangat ini sangat cocok bagi
Anda yang ingin meraih mimpi. Tulisannya membangkitkan semangat kita untuk
tidak menyerah, banyak kutipan-kutipan yang saya sukai, antara lain ucapan
Bapak Lahang di halaman 104, gambaran hidup dari Opa Tara di halaman 160 yang
telah dipaparkan diatas, “Kalau telingamu
tak bisa dipakai, pakai matamu! Dan, pakai hatimu!” Ucapan Rene yang sedang
marah dengan tara dihalaman 142. Mbak Oka membuat seakan saya ikut merasakan apa yang sedang terjadi.Ohya,
covernya bagus, warna penyemangat! Saya kasih nilai 3,5/5.
Ribuan
jam semangat latihan mereka akan dipertaruhkan hanya 12 menit,
“Rayakan dua belas menit terbaik dalam hidupmu ini.
Bersenang-senang dan berpestalah, karena dua belas menit ini adalah milikmu.”
“Dan kenanglah dua belas menit ini untuk selamanya”
–Rene-
Tak
heran novel ini akan difilmkan. Dan pada akhirnya, saya antusias untuk menunggu
filmnya ! []
Bismillah~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar dong...!! Anak pintar silahkan berkomentar :)